Senin, 25 Juli 2011

PANDANGAN ISLAM TERHADAP INSEMINASI


PANDANGAN ISLAM TERHADAP INSEMINASI
http://www.hidayatullah.com/images/foto/bayitabung.JPG
š Pengertian  inseminasi
Inseminasi buatan ialah pembuahan pada hewan atau manusia tanpa melalui hubungan seksual suami istri pada umumnya.
Inseminasi buatan adalah: proses yang dilakukan oleh para dokter untuk menggabungkan antara sperma dengan sel telur, seperti dengan cara menaruh keduanya di dalam sebuah tabung, karena rahim yang dimiliki seorang perempuan tidak bisa berfungsi sebagaimana biasanya. ( DR. Husen Muhammad Al Malah, Al Fatwa, Nasyatuha wa Tathowuruha, Ushuluha wa Tadhbiqatuha, Beirut, Al Maktabah Al Ahriyah, 2001, 2/ 868 )
š Beberapa teknik inseminasi buatan yang telah dikembangkan dalam dunia kedokteran
  1. Fertilazation in Vitro (FIV) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri kemudian diproses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan, lalu ditransfer di rahim istri.
  2. Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum istri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera ditanam di saluran telur (tuba valopi). Teknik ini terlihat lebih alamiah, sebab sperma hanya bisa membuahi ovum di tuba valopi setelah terjadi ejakulasi melalui hubungan seksual
Sebagaimana kita ketahui bahwa inseminasi buatan pada manusia dengan donor sperma dan/atau ovum lebih banyak mendatangkan mudharat daripada maslahah. Maslahah yang dibawa inseminasi buatan ialah membantu suami-isteri yang mandul, baik keduanya maupun salah satunya, untuk mendapatkan keturunan atau yang mengalami gangguan pembuahan normal.
š Cara inseminasi buatan
Menurut sejumlah ahli, inseminasi buatan secara garis besar dibagi menjadi dua menurut  al-Majma' al-Fiqhi al- Islami ( Rabitahoh a l'Alam al Islami ) , Daurah ke 7, tanggal 11-16 Rabi ul Akhir 1404, dan Daurah ke-8 di Mekkah, tanggal 28 Rabi' ul Awal – 7 Jumadal Ula 1405 / 19-27 Januari 1985
Pertama : Pembuahan di dalam rahim. Bagian pertama ini dilakukan dengan dua cara :
1.      Sel sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam rahim sang istri sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti ini dibolehkan oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri.
2.      Sperma seorang laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain, atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara seperti ini hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini serupa dengan adanya seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan wanita tersebut hamil.
Kedua :  Pembuahan di luar rahim. Bagian kedua ini dilakukan dengan lima cara :
1.      Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya.  Inseminasi dengan proses seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada percampuran nasab. (Dar al Ifta' al Misriyah, Fatawa Islamiyah : 9/ 3213-3228 )
2.      Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Inseminasi dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan tercampurnya nasab.
3.       Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Inseminasi dengan proses seperti ini jelas dilarang dalam Islam.
4.      Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya " Menyewa Rahim ".
5.      Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur telah rela dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram, ( Majma' al Fiqh Al Islami, Munadhomah al Mu'tamar al Islami, Mu'tamar ke-3 di Amman tanggal 8-13 Shofar 1407 – Majalah Majma' al Fiqh al Islami, edisi : 3 : 1/515-516 ) hal itu dikarenakan tiga hal :
1-Karena bisa saja istri kedua yang dititipi sel telur yang sudah dibuahi tersebut hamil dari hasil hubungan seks dengan suaminya, sehingga bisa dimungkinkan bayi yang ada di dalam kandungannya kembar, dan ketika keduanya lahir tidak bisa dibedakan antara keduanya, tentunya ini akan menyebabkan percampuran nasab yang dilarang dalam Islam.
2-Seandainya tidak terjadi bayi kembar, tetapi bisa saja sel telur dari istri pertama mati di dalam rahim istri yang kedua, dan pada saat yang sama istri kedua tersebut hamil dari hubungan seks dengan suaminya, sehingga ketika lahir, bayi tersebut tidak diketahui apakah dari istri yang pertama atau istri kedua.
3-Anggap saja kita mengetahui bahwa sel telur dari istri pertama  yang sudah dibuahi tadi menjadi bayi dan lahir dari rahim istri kedua, maka masih saja hal tersebut meninggalkan problem, yaitu siapakah sebenarnya ibu dari bayi tersebut, yang mempunyai sel telur yang sudah dibuahi ataukah yang melahirkannya ? Tentunya pertanyaan ini membutuhkan jawaban. Dalam hal ini Allah swt berfirman :
“Orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu perkataan mungkar dan dusta.dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”(Qs Al Mujadilah :2)
Kalau kita mengikuti bunyi ayat di atas secara lahir, maka kita akan mengatakan bahwa ibu dari anak yang lahir tersebut adalah istri kedua dari laki-laki tersebut, walaupun pada hakekatnya sel telurnya berasal dari istrinya yang pertama.
š Hukum inseminasi
Adapun mengenai status anak hasil inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum menurut hukum Islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi atau hubungan perzinaan. Dan kalau kita bandingkan dengan bunyi pasal 42 UU Perkawinan No. 1 tahun 1974, “anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah” maka tampaknya memberi pengertian bahwa anak hasil inseminasi buatan dengan donor itu dapat dipandang sebagai anak yang sah. Namun, kalau kita perhatikan pasal dan ayat lain dalam UU Perkawinan ini, terlihat bagaimana peranan agama yang cukup dominan dalam pengesahan sesuatu yang berkaitan dengan perkawinan. Misalnya pasal 2 ayat 1 (sahnya perkawinan), pasal 8 (f) tentang larangan perkawinan antara dua orang karena agama melarangnya, dll. lagi pula negara kita tidak mengizinkan inseminasi buatan dengan donor sperma dan/atau ovum, karena tidak sesuai dengan konstitusi dan hukum yang berlaku .
Masalah inseminasi buatan ini menurut pandangan Islam termasuk masalah kontemporer ijtihadiah, karena tidak terdapat hukumnya seara spesifik di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah bahkan dalam kajian fiqih klasik sekalipun. Karena itu, kalau masalah ini hendak dikaji menurut Hukum Islam, maka harus dikaji dengan memakai metode ijtihad yang lazimnya dipakai oleh para ahli ijtihad (mujtahidin), agar dapat ditemukan hukumnya yang sesuai dengan prinsip dan jiwa Al-Qur’an dan As-Sunnah yang merupakan sumber pokok hukum Islam. Namun, kajian masalah inseminasi buatan ini seyogyanya menggunakan pendekatan multi disipliner oleh para ulama dan cendikiawan muslim dari berbagai disiplin ilmu yang relevan, agar dapat diperoleh kesimpulan hukum yang benar-benar proporsional dan mendasar. Misalnya ahli kedokteran, peternakan, biologi, hukum, agama dan etika.
Dengan demikian, mengenai hukum inseminasi buatan dan bayi tabung pada manusia harus diklasifikasikan persoalannya secara jelas. Bila dilakukan dengan sperma atau ovum suami isteri sendiri, baik dengan cara mengambil sperma suami kemudian disuntikkan ke dalam vagina, tuba palupi atau uterus isteri, maupun dengan cara pembuahannya di luar rahim, kemudian buahnya (vertilized ovum) ditanam di dalam rahim istri; maka hal ini dibolehkan, asal keadaan suami isteri tersebut benar-benar memerlukan inseminasi buatan untuk membantu pasangan suami isteri tersebut memperoleh keturunan. Hal ini sesuai dengan kaidah ‘al hajatu tanzilu manzilah al dharurat’ (hajat atau kebutuhan yang sangat mendesak diperlakukan seperti keadaan darurat) .
 Sebaliknya, kalau inseminasi buatan itu dilakukan dengan bantuan donor sperma dan ovum, maka diharamkan dan hukumnya sama dengan zina. Sebagai akibat hukumnya, anak hasil inseminasi itu tidak sah dan nasabnya hanya berhubungan dengan ibu yang melahirkannya. Menurut hemat penulis, dalil-dalil syar’i yang dapat dijadikan landasan menetapkan hukum haram inseminasi buatan dengan donor ialah :
1.      firman Allah SWT dalam surat al-Isra:70 dan At-Tin:4. ayat tersebuti menunjukkan bahwa manusia diciptakan oleh Tuhan sebagai makhluk yang mempunyai kelebihan/keistimewaan sehingga melebihi makhluk-makhluk Tuhan lainnya. Dan Tuhan sendiri berkenan memuliakan manusia, maka sudah seharusnya manusia bisa menghormati martabatnya sendiri serta menghormati martabat sesama manusia. Dalam hal ini inseminasi buatan dengan donor itu pada hakikatnya dapat merendahkan harkat manusia sejajar dengan tumbuh-tumbuhan dan hewan yang diinseminasi.
2.      Hadits Nabi Saw yang mengatakan, “tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan Hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain (istri orang lain).” (HR. Abu Daud, Tirmidzi dan dipandang Shahih oleh Ibnu Hibban)
Berdasarkan hadits tersebut para ulama sepakat mengharamkan seseorang melakukan hubungan seksual dengan wanita hamil dari istri orang lain. Tetapi mereka berbeda pendapat apakah sah atau tidak mengawini wanita hamil. Menurut Abu Hanifah boleh, asalkan tidak melakukan senggama sebelum kandungannya lahir. Sedangkan Zufar tidak membolehkan. Pada saat para imam mazhab masih hidup, masalah inseminasi buatan belum timbul. Karena itu, kita tidak bisa memperoleh fatwa hukumnya dari mereka
š Hukum Memindahkan Sperma Pada Hewan
Pada umumnya hewan baik yang hidup didarat, air, an juga terkadang diudara adalah halal dimakan dan dimanfaatkan manusia untuk kesejahteraan hidupnya, kecuali beberapa jenis makanan atau hewan yang dilarang jelas oleh agama.
Mengembangbiakkan semua jenis hewan yang halal adalah diperbolehkan dalam Islam, baik dengan jalan inseminasi alam (natural insemination) maupun dengan inseminasi buatan (artifical insemination). Dasar hukumnya adalah :
1.Dasar Qiyas (analogi)
Lakukanah pembuahan buatan! Kalian lebih tahu tetang urusan dunia kalian
Kalau inseminasi pada tumbuh-tumbuhan itu diperbolehkan, kiranya pada hewan juga dibenarkan, karena kedua-duanya sama-sama diciptakan oleh Tuhan untuk kesejahteraan umat manusia, sebagaimana firman Allah Q. S. Qaf: 9-11
Tentang cara menyelesaikan pesengketaan yang timbul antara kaum muslimin dan larangan memperolok.

2. Kaidah Hukum Fiqh Islam
Pada dasarnya segala sesuatu itu boleh, sehingga ada dalil yang kongkret melarangnya
Dan karena tidak dijumpai ayat dan hadits yang seara ekspilit melarang inseminasi buatan pada hewan, maka berarti hukumnya mubah. Namun mengingat misi Islam tidak hanya mengajak umat manusia beriman, beribadah, dan bermuamalah sesuai tuntutan Islam, melainkan Islam mengajak untuk berakhlakul karimah baik terhadap Tuhan, manusia, sesama makhluk termasuk hewan dan lingkungan hidup, maka perlu direnungkan sebab hewan makhluk hidup seperti manusia yang mempunyai nafsu dan naluri untuk kawin guna memenuhi seksual instingnya, mencari kepuasan, dan melestarikan jenisnya di dunia.

Hukum memindahkan sperma pada perempuan lain
Mengenai hukum inseminasi buatan pada manusia apabila dilakukan dengan sperma dan ovum suami istri, baik dengan cara mengambil sperma suami yang disuntikkan ke dalam vagina atau uterus istri, maupun dengan cara pembuahan dilakukan diluar rahim, kemudian buahnya (vertilezed ovum) ditanam didalam rahim istri, ini dibolehkan asal keadaan suami istri tersebut benar-benar memerlukannya.
            Hajat (kebutuhan yang sangat penting atau necessity) diperlukan seperti keadaan darurat atau emergency, padalah keadaan darurat itu membolehkan melakukan hal-hal yang terlarang”.
Sebaliknya kalau memindahkan sperma kepada wanita bukan istri atau dengan donor sperma dan atau ovum, maka diharamkan dan dihukumi sama dengan zina. Dalil syar’i yang mengharamkannya adalah
1.FirmanAllahSWT:
Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka didaratan dan dilautan, Kami beri mereka rizki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan mahkluk yang telah Kami ciptakan
Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya”.
            Kedua ayat tersebut menunjukkan bahwa manusia diciptakan sebagai mahkluk yang mempunyai keistimewaan dan kelebihan, sementara inseminasi dengan donor itu pada hakekatnya merendahkan harkat manusia (human diguty) sejajar dengan hewan.

2. Hadits Nabi SAW:
Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan hari akhir menyiramkam airnya (sperma) pada tanaman orang lain (vagina istri orang lain)”. (HR. Abu Dawud dan al-Tirmidzi)
Hadits ini, dapat menjadi dalil karena kata “...” itu dalam bahasa Arab bisa berarti “air hujan” dan bisa juga“benda cair” atau “sperma”, seperti pengertian yang dipakai dalam QS. Thaha : 53
Tidak ada satu dosa yang lebih besar setelah syirik disisi Allah daripada setetes sperma yang dimasukkan oleh seorang laki-laki ke dalam rahim yang tidak halal baginya (bukan istrinya)
 Hadits tersebut menjelaskan bahwa memasukkan sperma ke rahim wanita lain adalah dilarang agama, sebab perbuatan tersebut dikategorikan sebagai dosa besar setelah syirik.

3. Kaidah Hukum Fiqih Islam
Menghindari madarat (bahaya) harus didahulukan atas mencari/menarik maslahat/kebaikan”.
Proses inseminasi buatan memang mempunyai sisi maslahat, namun sisi madaratnya pun ada. Maslahatnya adalah dapat membentu pasangan suami istri yang menghalangi bertemunya sel sperma dengan sel telur. Misal karena saluran telurnya (tuka valupi) terlalu sempit atau ejakulasinya (pancaran sperma) terlalu lemah,Sementara madaratnya lebih besar, yakni:
·         Percampuran nasab, karena akan berkaitan dengan kemahraman dan kewarisan.
·         Bertentangan dengan sunnatullah.
·         Pada hakekatnya adalah zina, karena terjadi percampuran sperma dan ovum tanpa pernikahan yang sah.
·         Kehadiran anaknya akan dapat menimbulkan konflik dalam rumah tangga.
Hukum Pencampuran Sperma Orang Lain
Bahwasannya melakukan inseminasi buatan dengan sperma donor adalah tidak diperbolehkan, maka pencampuran sperma/bank nutfah itu pun dilarang. Karena dengan adanya bank sperma sebagai pemilik sperma tidak diketahui dengan jelas. Sementara sperma donor yang jelas pemiliknya pun tidak boleh. Perbuatan itu juga bisa mengarah kepada perbuatan zina.Sesuai dengan Firman allah :
Dan janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji dan suatu jalan yang buruk”.
Yang perlu diperhatikan terlebih dahulu bagi yang ingin mempunyai anak lewat bayi tabung, bahwa cara ini tidak boleh ditempuh kecuali dalam keadaan darurat, yaitu ketika salah satu atau kedua suami istri telah divonis tidak bisa mempunyai keturunan secara normal. ( Ali bin Nayif As Syahud, Al Fatwa Al Mu'ashirah fi al Hayah Az Zaujiyah : 10/ 301 )

š Dampak positif dan negatif Inseminasi
Dampak Positif
Anak adalah dambaan setiap pasangan suami istri (pasutri). Tapi faktanya, tak semua pasutri dapat dengan mudah memperoleh keturunan. Data menunjukkan, 11-15 persen pasutri usia subur mengalami kesulitan untuk memperoleh keturunan, baik karena kurang subur (subfertil) atau tidak subur (infertil)

Dampak negatif
Kendala Program inseminasi
Pasutri yang berniat mengikuti program Inseminasi dihadapi beberapa kendala. Yang utama adalah dana yang tidak kecil. Mulai dari Rp 16,5 juta hingga Rp 54 juta untuk sekali program Inseminasi. Di Amerika pun, tingginya biaya program inseminasi ($6,000 hingga $7,000), juga dianggap sebagai kendala
Apalagi, menurut Awadalla, mahalnya biaya tersebut belum menjamin keberhasilan program inseminasi. Padahal, teknologi yang digunakan sudah begitu ‘powerful’, namun hanya 20% saja kemungkinan program ini akan berhasil.





















DAFTAR PUSTAKA



Tidak ada komentar:

Posting Komentar